Jakarta - Tanggal 27 Januari diprediksi akan hujan
deras dan laut pasang akibat bulan purnama. Namun efek gabungan keduanya
tidak akan sampai membuat Jakarta tenggelam.
"Saya kira
mengatakan Jakarta tenggelam 27 Januari terlalu menakutkan," kata
Profesor Riset Astronomi Astrofisika LAPAN Thomas Jamaluddin kepada
detikcom, Jumat (25/1/2013).
Thomas mengatakan, pada 27 Januari
memang terjadi purnama yang menyebabkan air laut mengalami pasang. Namun
kondisi ini memang selalu tejadi tiap bulannya. "Kalau dalam kondisi
normal tanpa ada faktor penguat lainnya, pasang air laut akan
biasa-biasa saja," katanya.
Faktor gabungan yang perlu
diwaspadai adalah curah hujan tinggi saat terjadi pasang air laut
sehingga menimbulkan air yang ada di darat tidak bisa terbuang ke laut.
"Jika ditambah dengan gelombang besar maka akan menimbulkan rob,"
katanya.
Thomas mengatakan saat terjadi banjir besar pada 17
Januari lalu, pasang air laut tidak terlalu besar. Namun curah hujan
turun dengan cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya efek tekanan rendah
di selatan Sumatera dan adanya angin muson dari utara ke selatan.
"Hal ini membuat awan cenderung stasioner di Jawa bagian barat sehingga curah hujan cenderung besar," katanya.
Sedangkan
pada 27 Januari diperkirakan awan cenderung bergerak dan tidak
stasioner sehingga jika turun hujan tidak akan semasif pada 17 Januari.
"Sampai saat ini kecenderungnannya masih seperti itu," katanya.
Saat
ditanya upaya mengendalikan curah hujan dengan menggunakan modifikasi
cuaca, Thomas mengatakan hal ini bisa saja dilakukan namun teknologi ini
sangat dipengaruhi oleh tiupan angin.
"Ada satu faktor penting yang sulit dikendalikan dalam modifikasi cuaca yaitu faktor angin," katanya.
Thomas
mengatakan, modifikasi cuaca dilakukan dengan menebarkan zat kimia di
awan. Penebaran zat kimia ini dilakukan di luar Jakarta. Hal ini untuk
membuat awan di kawasan tersebut terbentuk dan turun hujan. "Misalnya
saja zat tersebut ditebar di atas Laut Jawa sehingga awan terbentuk di
lokasi tersebut dan kemudian turun hujan," katanya.
Menurut
Thomas salah satu faktor yang akan sulit dikendalikan dalam teknologi
modifikasi cuaca ini adalah faktor angin. Angin bisa saja membawa
awan-awan hasil modifikasi cuaca di luar Jakarta masuk kembali ke
wilayah Jakarta.
"Efek pembentukan awan di suatu lokasi itu
mungkin dengan teknologi itu. Tapi bisa saja awan itu malah terbawa
angin. Sampai saat ini belum ada teknologi untuk mengendalikan angin,"
katanya.
Thomas mengatakan, teknologi ini sempat dipakai untuk
mengendalikan cuaca saat digelarnya SEA Games di Jakabaring, Palembang.
"Namun bedanya saat itu tekanan angin tidak sekuat sekarang," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar