Halaman

Rabu, 30 Januari 2013

Kesedihan Seorang Roberto Mancini

Confirmed: Mario ke AC Milan. Dia sudah membubuhkan tanda tangan untuk kontrak senilai 17 juta Pound plus additional-fee 2.5 juta Pound.
Confirmed: Mario di Milan dengan nomer punggung yang sama seperti di City: 45 dan bukan 9 seperti yang digosipkan—menggantikan nomer punggung Alex Pato yang hengkang ke Corinthians.
Confirmed: Kamis (31/1) ini, Mario akan beraksi untuk pertama kali bersama Milan, sebuah debut dalam medium uji coba melawan Darfo Boario, klub anggota Seri D alias level keempat di Italia.
Dan Mancini pun terguncang! Jauh lebih terguncang ketika Mario tidak ada dalam starting-list ketika City, di luar dugaan, hanya mampu bertarung tanpa gol melawan klub papan bawah yang terancam degradasi, Queen Park Rangers.
Mario sudah tidak lagi bersama City, klub yang dibelanya selama dua setengah musim, dengan total 80 caps (54 di Liga, 6 FA, 3 Piala Liga, 17 Eropa) dengan koleksi 30 gol, 23 kartu kuning, 4 kartu merah serta masing-masing satu gelar Piala FA dan Liga Premier.

Sebuah kenyataan pahit yang membuat Mancini tercekat. “Saya tidak ingin dia pergi. Tapi saya juga tidak punya pilihan selain membiarkan dia pergi, pulang ke Italia. Sedih? Iya, sebab Mario pemain penting bagi kami, terutama untuk 14 sisa pertandingan ke depan,” katanya.
Kesedihan Mancini bisa dimengerti. Dia punya perasaan kehilangan yang teramat sangat sebab Mancini menyebut tidak pernah bosan dengan kelakuan unik-eksentrik Mario. “Dia seperti salah satu dari anak-anak saya. Anda bisa marah, tapi sesungguhnya dia adalah anak muda yang indah,” sebut Mancini pula.
Mancini dan Mario memang bak ayah dan anak. Kadang cocok kadang tidak. Saling membutuhkan tapi terkadang juga saling serang. Mancini yang membawa Mario ke City dari Internazionale tapi Mancini pula yang melepas Mario kembali ke tanah asalnya, Italia.

Apapun, sikap emosional Mancini mengingatkan saya ketika dia secara tiba-tiba meninggalkan Sampdoria, hijrah ke Lazio, meninggalkan kekecewaan yang sangat mendalam bagi public Genoa. Sampai-sampai rumah Mancini dikirimi peti mati. Mancini lalu memasang iklan satu halaman penuh di La gazetta dello Sport dengan tulisan: Scuza, Sampdoria! Maaf, Sampdoria!
Well, Mario sudah bersikap. Anak muda yang akrab dengan sederet konroversi itu sudah memilih Milan. Dia sudah pergi, meninggalkan City, meninggalkan Manchester, dan meninggalkan Liga Premier dengan sederet cerita.
Termasuk cerita kesedihan dari seorang Mancini untuk Mario. Tapi hidup pun terus bergulir. Termasuk cerita kehidupan City dalam mengarungi persaingan di Liga Premier. Dengan atau tanpa Mario, Mancini tetap perlu fokus. Bukankah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar